Wednesday, January 22, 2014

Sistem Informasi Psikologi

SISTEM INFORMASI A. PENGERTIAN SISTEM, INFORMASI DAN SISTEM INFORMASI 1. SISTEM Sistem merupakan kumpulan dari sub-sub sistem, elemen-elemen, prosedur-prosedur yang saling berinteraksi, berintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu seperti informasi, target, dan tujuan lainnya. Secara sederhana sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu. Sistem bisa berupa abstraksi atau fisis (Gordon B. Davis, 2002). Sistem yang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan atau konsepsi yang saling tergantung. Sedangkan sistem yang bersifat fisis adalah serangkaian unsur yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan (Tata Sutabri, 2004). 2. INFORMASI Informasi merupakan data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi pengguna dan mempunyai nilai yang nyata atau dapat dirasakan manfaatnya dalam keputusan-keputusan yang akan datang. Kualitas dari suatu informasi tergantung dari 3 (tiga) hal yaitu : a. Akurat (accurate) Informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak boleh menyesatkan. Akurat juga berarti bahwa informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. b. Tepat waktu (timelines) Informasi yang sampai pada penerima tidak boleh tertunda. Informasi yang sudah usang nilainya akan berkurang. Karena informasi merupakan landasan didalam pengambilan suatu keputusan. c. Relevan (relevance) Informasi tersebut mempunyai manfaat untuk penggunanya. Relevansi informasi untuk setiap orang, satu dan lainnya pasti berbeda. 3. SISTEM INFORMASI Sistem Informasi adalah data yang dikumpulkan, dikelompokkan dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah satu kesatuan informasi yang saling terkait dan saling mendukung sehingga menjadi suatu informasi yang berharga bagi yang menerimanya. Dalam pengertian lainnya, Sistem Informasi merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi. Perkembangan Sistem Informasi meliputi Sistem Informasi Tradisional yaitu suatu sistem informasi yang dioperasikan dan dikelola secara semi-manual. SI beroperasi secara lambat sehingga pengambilan keputusan sering berdasarkan data asumsi/perkiraan. Suatu sistem informasi pada dasarnya terbentuk melalui suatu kelompok kegiatan operasi yang tetap, yaitu: mengumpulkan data, mengelompokkan data, menghitung, menganalisa dan menyajikan laporan. Manfaat adanya sistem informasi dalam suatu instansi yaitu: a. Menyajikan informasi guna mendukung pengambilan suatu keputusan. b. Menyajikan informasi guna mendukung operasi harian. c. Menyajikan informasi yang berkenaan dengan kepengurusan. B. ELEMEN DAN KOMPONEN SISTEM INFORMASI 1. Elemen Sistem Informasi Ada beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem, yaitu : tujuan, masukan, proses, keluaran, batas, mekanisme pengendalian dan umpan balik serta lingkungan. Berikut penjelasan mengenai elemen-elemen yang membentuk sebuah sistem : a. Tujuan Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja, tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda. b. Masukan Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa pelanggan). c. Proses Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien. d. Keluaran Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya. e. Batas Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi, ruang lingkup, atau kemampuan sistem. Sebagai contoh, tim sepakbola mempunyai aturan permainan dan keterbatasan kemampuan pemain. Pertumbuhan sebuah toko kelontong dipengaruhi oleh pembelian pelanggan, gerakan pesaing dan keterbatasan dana dari bank. Tentu saja batas sebuah sistem dapat dikurangi atau dimodifikasi sehingga akan mengubah perilaku sistem. Sebagai contoh, dengan menjual saham ke publik, sebuah perusahaan dapat mengurangi keterbasatan dana. f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan. g. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada diluar sistem. Lingkungan bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau menguntungkan sistem itu sendiri. Lingkungan yang merugikan tentu saja harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak mengganggu kelangsungan operasi sistem, sedangkan yang menguntungkan tetap harus terus dijaga, karena akan memacu terhadap kelangsungan hidup sistem. 2. Komponen Sistem Informasi a. Orang (People) Semua pihak yang bertanggung jawab dalam hal penyokong atau sponsor sistem informasi (system owner), pengguna sistem (system users), perancang sistem (system designer) dan pengembang sistem informasi (sistem development). b. Prosedur Sekumpulan aturan atau tahapan-tahapan untuk membuat, memakai, memproses dan mengolah sistem informasi ataupun hasil keluaran dari sistem informasi tersebut. c. Basis Data Secara konseptual, data adalah deskripsi tentang benda, kejadian, aktivitas, dan transaksi yang tidak mempunyai makna dan tidak berpengaruh langsung secara langsung kepada pemakainya atau disebut juga sebagai sekumpulan fakta mentah dalam isolasi. d. Perangkat Keras (hardware) Mencakup piranti-piranti fisik seperti komputer, printer, monitor, harddisk, DLL. e. Perangkat Lunak (sotfware) Sekumpulan instruksi-instruksi atau perintah-perintah yang memungkinkan perangkat keras bisa digunakan untuk memproses data, atau sering disebut sebagai program. f. Jaringan (network) Sistem penghubung yang memungkinkan suatu sumber dipakai secara bersama-sama, baik pada waktu dan tempat bersamaan ataupun berbeda C. ARSITEKTUR SISTEM INFORMASI Sistem informasi dapat di bentuk sesuai kebutuhan organisasi masing-masing. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan sistem yang efektif dan efisien diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengaturan, dan evaluasi sesuai keinginan masing-masing organisasi. Guna dari sistem yang efektif dan efisien tidak lain untuk mendapatkan keunggulan dalam berkompetisi. Semua orang dapat menggunakan sistem informasi dalam organisasi, tetapi faktor efisiensi setiap sistem adalah berbeda. Perlu diketahui, perubahan sistem, baik besar maupun kecil, selalu akan melalui tingkatan-tingkatan sebagai berikut : Tingkat I : Ide, mengetahui perlu adanya perubahan. Tingkat II : Design, merancang cara pemecahannya. Tingkat III : Pelaksanaan, menerapkan design ke dalam sistem. Tingkat IV : Kontrol, memeriksa tingkat pelaksanaan dijalankan sesuai dengan design Tingkat V : Evaluasi, memeriksa apakah perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan semula. Tingkat VI : Tindak lanjut, melaksanakn perubahan sesuai dengan hasil evaluasi yang ada. Adapun tingkatan yang menjadi kunci yang digunakan untuk memecahkan bagian masalah baik itu secara menyeluruh maupun per bagian, yaitu : D. KLASIFIKASI SISTEM INFORMASI Sistem informasi merupakan suatu bentuk integrasi antara satu komponen dengan komponen lain karena sistem memiliki sasaran yang berbeda untuk setiap kasus yang terjadi yang ada di dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, sistem dapat di klasifikasikan dari beberapa sudut pandang, diantaranya: 1. Sistem abstrak atau sistem fisik Sistem abstrak adalah sistem yang berupa pemikiran atau ide-ide yang tidak tampak secara fisik,misalnya sistem teologia, yaitu sistem yang berupa pemikiran hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sistem fisik merupakan sistem secara fisik, misalnya sistem komputer. 2. Sistem alamiah dan sistem buatan manusia Sistem alamiah adalah sistem yang terjadi melalui proses alam, tidak dibuat oleh manusia, misalnya sistem perputaran bumi. Sistem buatan manusia merupakan sistem yang melibatkan interaksi manusia dengan mesin, yang disebut human machine system. Sistem informasi berbasis internet merupakan contoh human machine system karena menyangkut penggunaan komputer yang berinteraksi dengan manusia. 3. Sistem deterministik dan sistem probabilistic Sistem deterministik adalah sistem yang beroperasi dengan tingkah laku yang dapat diprediksi. Sistem probabilistik dalah sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat diprediksi karena mengandung unsur probabilistik. 4. Sistem terbuka dan sistem tertutup Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dan di pengaruhi oleh lingkunagn luarnya. Sistem ini menerima masukan dan menghasilkan keluaran untuk subsistem lainnya. Sistem tertutup adalah sistem yang tidak terhubung dan tidak terpengaruh oleh lingkungan luarnya. Sistem ini bekerja secara otomatis tanpa campur tangan pihak luar. PSIKOLOGI KLINIS A. Definisi Psikologi Klinis Psikologi klinis merupakan bentuk psikologi terapan untuk menentukan kapasitas dan karakteristik tingkah laku individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment, analisa, dan observasi serta uji fisik dan riwayat sosial agar dapat diperoleh saran dan rekomendasi untuk membantu penyesuaian diri individu secara tepat (American Psychological Association : 1935 ). Witmer (1912) dikutip oleh Sutardjo menyatakan bahwa psikologi klinis adalah metode yang digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan teknik penanganan pedagogis. Namun, Woodworth (1937) berkeberatan dengan definisi atau pengertian psikologi klinis yang dsampaikan Witmer ini. Menurutnya, jika pengertian psikologi klinis itu seperti yang dkemukakan Witmer, sebaiknya tidak dsebut psikologi klinis melainkan sebagai psikologi untuk member pelayanan yang bersifat personal atau sebagai alternative. Disamping itu Woodworth juga berpendapat bahwapsikologi klinis dimasa depan harus berusaha untuk memberikan bantuan kepada individual dalam menyalesaikan masalah seleksi untuk keperluan pendidikan dan pekerjaan, penyesuaian keluarga dan social, kondisi-kondisi kerja, dan aspek kehidupan lainnya. Yang sering menjadi pegangan dan acuan dasar dalam memahami pengertian psikologi klinis saat ini adalah definisi yang ditetapkan oleh American Psychological Association (APA) yang merumuskan psikologi klinis sebagai berikut : Psikologi Klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karakteristika individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi. Agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut. B. Pendekatan Dalam Psikologi Klinis a. Pendekatan psikodinamika b. Pendekatan Behavioral dan Kognitif-Behavioral c. Humanistik C. Pemusatan Perhatian dalam Psikologi Klinis Terdapat banyak kemungkinan sasaran atau target yang diusahakan dalam membuat asesmen klinis. Psikologi klinis dapat memusatkan perhatian terhadap : 1. Disfungsi individual, memperhatikan abnormalitas atau kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya. Dalam kasus-kasus lain, bisa jadi mereka memusatkan perhatian untuk menemukan. 2. Kekuatan klien, dalam hal kemampuan, keterampilan, atau sensitifitas yang menjadi target evaluasi dan melukiskan. 3. Kepribadian subyek D. Intervensi Klinis Intervensi dalam rangka psikologi dan khususnya psikologi klinis adalah membantuklien atau pasien menyelesaikan masalah psikologis, terutama sisi emosionalnya. Kendall dan Norton Ford berpendapat bahwa intervensi klinis meliputi penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang menangani masalah-masalah dan mengembangkan kehidupannya yang memuaskan. Psikolog klinis menggunakan pengetahuannya mengenai pemfungsian manusia dan system-sistem sosial dalam kombinasi dengan hasil asesmen klinis guna merumuskan cara untuk membantu perubahan klien ke arah yang lebih baik. Istilah intervensi khusus untuk psikologi adalah psikoterapi. Pada umumnya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan, yaitu: a. Membangun hubungan murni antara terapis dan klien. b. Membantu klien melakukan eksplorasi diri dengan cara-cara psikologis. c. Terapis dan klien bekerja sama memecahkan masalah psikologis klien. d. Terapis dan klien bekerja sama memecahkan masalah psikologis klien. E. Assesment Klinis Dalam kamus Assesment diartikan sebagai menilai atau memahami. tetapi secara definisi assesment adalah proses mengumpulkan informasi yang nantinya akan dipakai sebagai dasar untuk mengambil keputusan oleh assesor atau hasil-hasil assesment itu akan dikomunikasikan atau disampaikan kepada yang berkepentingan. F. Proses assesment klinis Inti asesmen adalah mengumpulkan informasi yang akan digunakan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah menjadi lebih efektif 1.Planning data collection procedures 2.Collecting assesment data 3.Data processing and hypothesis formation 4.Communicating assesment data Diagnostic System : DSM-IV Teknik pengklasifikasian gangguan mental sudah dilakukan sejak tahun 1900-an. Sedangkan secara formal baru pada tahun 1952 ketika APA (American Psychiatric Association) menerbitkan sistem klasifikasi diagnostik yang pertama kali, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Sistem ini kemudian terkenal dengan nama DSM I dan berlaku hingga tahun 1968, ketika WHO mengeluarkan International Classification of Diseases (ICD). DSM I kemudian direvisi dan disamakan dengan ICD, kemudian terbit DSM II. DSM I dan II menyeragamkan terminologi untuk mendeskripsikan dan mendiagnosa perilaku abnormal, tetapi tidak menjelaskan tentang aturan sebagai pedoman dalam memutuskan suatu diagnostik. Di dalamnya tidak terdapat suatu kriteria yang jelas bagi tiap gangguan sehingga agak sulit untuk mengklasifikasikan diagnostik. Pada tahun 1980 DSM II mengalami perubahan menjadi DSM III yang diikuti pada tahun 1987 dengan edisi revisi sehingga namanya menjadi DSM III-R. Dalam DSM III ini, sudah terdapat suatu kriteria operasional untuk masing-masing label diagnostik. Kriteria ini meliputi simtom utama dan simtom spesifik serta durasi simtom muncul. Disini juga digunakan pendekatan multiaxial, dimana klien dideskripsikan ke dalam lima dimensi (axis), yaitu : a. Axis I :16 gangguan mental major b. Axis II :Berbagai problem perkembangan dan gangguan kepribadian C. Axis III :Gangguan fisik atau kondisi-kondisi yang mungkin berhubungan dengan gangguan mental D. Axis IV :Stressor psikososial (lingkungan) yang mungkin memberi kontribusi terhadap gangguan pada Axis I dan II e. Axis V :Rating terhadap fungsi psikologis, sosial dan pekerjaan dalam satu tahun terakhir. DSM III-R pun kemudian dikritik karena beberapa kriteria diagnostiknya masih terlalu samar dan masih membuka peluang untuk muncul bias dalam penggunaannya. Dan Axis II, IV dan V mempunyai kekurangan dalam pengukurannya. Akhirnya pada tahun1988, APA membentuk tim untuk membuat DSM IV. Di dalamnya tetap menggunakan pendekatan multiaxial seperti pada DSM III-R dan Axis I hanya dapat di tegakkan jika terdapat jumlah kriteria minimum dari daftar simtom yang disebutkan. Pada DSM IV ini terdapat beberapa modifikasi dalam terminologi sebelumnya dan skema rating yang digunakan pada beberapa axis. Sekarang ini telah diterbitkan DSM IV-TR (Text Revised). Sampai saat ini DSM IV dan DSM IV-TR digunakan sebagai pedoman klinisi dan profesional terkait untuk menentukan diagnostik. Multiaxial DSM IV a. Axis I :Clinical Disorders, Other Conditions That May Be a Focus of Clinical Attentions b. Axis II : Personality Disorders, Mental Retardation c. Axis III : General Medical Conditions d. Axis IV : Psychosocial and Environtmental Problems e. Axis V : Global Assessment of Functioning (GAF) 2. Deskripsi Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content dari perilaku klien secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang context sosial, budaya dan fisik klien. Hal itu menyebabkan asesmen diharapkan dapat mendeskripsikan kepribadian seseorang secara lebih utuh dengan melihat pada person-environtment interactions. Dalam fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi terhadap kepribadian seseorang secara utuh, di dalam asesmen harus terdapat antara lain : motivasi klien, fungsi intrapsikis, respon terhadap tes, pengalaman subjektif, pola interaksi, kebutuhan (needs) dan perilaku. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif tersebut memudahkan klinisi untuk mengukur perilaku pra treatment, merencanakan jenis treatment dan mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment. 3. Prediksi Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi perilaku seseorang. Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor pemerintah atau militer untuk menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu. Dalam kasus tersebut, klinisi akan melakukan asesmen dengan mengumpulkan dan menguji data deskriptif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi dan seleksi. Klinisi kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang berbahaya, misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah si B tidak akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu klinisi harus menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi tentang “berbahaya” atau “tidak berbahaya” dapat dievaluasi dengan empat kemungkinan jawaban. a. True positive, jika prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku berbahaya. b. True negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku yang tidak berbahaya. c. False negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku berbahaya. d. False positive, jika prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku tidak berbahaya. 4. Observasi Tujuan observasi adalah untuk mengetahui lebih jauh di luar apa yang dikatakan klien. Banyak yang mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang tertinggi dalam asesmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi antara lain: a. Observasi dilakukan secara langsung dan mempunyai kemampuan untuk menghindari permasalahan yang muncul selama interview dan tes seperti masalah memori, jenis respon, motivasi dan bisa situasional. b. Relevansinya terhadap perilaku yang menjadi topik utama. Misalnya perilaku agresif anak dapat diobservasi sebagaimana perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan bermain dimana masalah itu telah muncul. c. Observasi dapat mengases perilaku dalam konteks sosialnya. Misalnya untuk memahami seorang pasien yang kelihatan depresi setelah dikunjungi keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati secara langsung daripada bertanya, “Apakah Anda pernah depresi?”. d. Dapat mendeskripsikan perilaku secara khusus dan detail. Misalnya untuk mengetahui tingkat gairah seksual seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya cairan vagina yang keluar atau observasi melalui bantuan kamera. 5. Life record Asesmen yang dilakukan melalui data-data yang dimiliki seseorang baik berupa ijazah sekolah, arsip pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album foto, catatan kepolisian, penghargaan, dsb. Banyak hal dapat dipelajari dari life record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta klien untuk memberi respon yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau observasi. Selama proses ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis respon, motivasi atau faktor situasional. Contohnya, klinisi ingin mendapatkan informasi tentang riwayat pendidikan klien. Data tentang transkrip nilai selama sekolah mungkin dapat lebih memberikan informasi yang akurat tentang hal itu daripada bertanya ,”Bagaimana saudara di sekolah?”. Buku harian yang ditulis selama periode kehidupan seseorang juga dapat memberikan informasi tentang perasaan, harapan, perilaku atau detail suatu situasi yang mana hal itu mungkin terdistorsi karena lupa selama interview. Dengan merangkum informasi yang di dapat tentang pikiran dan tingkah laku klien selama periode kehidupan yang panjang, life records memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk memahami klien dengan lebih baik. Adapun bagan dari terbentuknya web psikologi klinis yang dibuat berdasarkan sistem informasi : bagan dari input : bagan dari proses : bagan output : Sumber: • Davis, B. G. (2002). Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. • Sutabri, T. (2004). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Andi Offset • PENS-ITS. “Dasar Sistem Informasi”. http://apr1l-si.comuf.com/arsitektur.php • Suhari, Ari. (2011). Komponen-komponen sistem informasi. diunduh tanggal Rabu, 26 Oktober 2011 dari http://arisuhari.blogspot.com/2011/10/komponen-komponen-sistem-informasi.html. http://natsirasnawi.blogspot.com http://beby2011.student.umm.ac.id http://fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id

Monday, May 6, 2013

Terapi behavior

Terapi behavior adalah salah satu tekhnik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah lauku lebih efektif , lalu mampu menggapai situasi dan maslah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.Tujuan terapi ini adalah menghapus pola tingkah laku maladaptif atau maladjustment, membantu belajar tingkah-laku konstruktif, serta merubah tingkah-laku. Dua aliran utama yang menjadi pijakan dalam metode-metode dan tekhnik-tekhnik pendekatan terapi yang didasarkan kepada teori belajar adalah Pengkondisian Klasik dan Pengkondisian Operan. Pengkondisian Klasik atau pengkondisian responden dari Pavlov sedangkan Pengkondisian Operan dari Skinner. Ciri-ciri dari terapi behavioral yang membedakan dengan terapi lain adalah: 1.Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik. 2.Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapis 3.Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien. 4.Penafsiran objektif atas tujuan terapis Langkah-langkah terapi behavioral: 1.Pembukaan, membangun hubungan pribadi antara terapis dank lien 2.Penjelasan, menerima ungkapan klien apa adanya sertamendengarkan dengan penuh perhatian. Berusaha menentukan jenis masalah dan pendekatan terapi yang sebaiknya diambil 3.Penggalian latar belakang masalah, mengadakan analisa kasus, sesuai dengan pendekatan konseling yang dipilih 4.Penyelesaian masalah, menyalurkan arus pemikiran klien, sesuaidengan pendekatan terapi yang dipilih 5.Penutup, mengakhiri hubungan pribadi dengan terapis Tekhnik-tekhnik terapi Behavior Untuk mencapai tujuan dalam proses terapi diperlukan tekhnik-tekhnik yang digunakan. Untuk pengubahan perilaku ada sejumlah tekhnik yang dapat dilakukan dalam terapi behavior, yaitu: a.Desensitisasi Sistematis, merupakan tekhnik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negative biasanya berupa kecemasan, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang berangsur dan santai b.Terapi implosif, dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan. c.Latihan Perilaku Asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar. d.Pengkondisian Aversi, tekhnik pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak di kehendaki tersebut terhambat kemunculannya. e.Pembentukkan Perilaku model, digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audi, model fisik atau lainnya yang dapat teramati dan dipahami jenis perilaku yang akan di contoh. f.Kontrak Perilaku, adalah persetujuan antara dua orang atau lebih(terapis dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini terapis memberikan ganjaran positif, dipentingkan daripada memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil. Sumber: Latipun, psikologi konseling(malang:UMM Press, 2001)Riyanti, B.P. Dwi dan Hendro Prabowo. 1998. Psikologi Umum 2.Jakarta: Universitas Gunadarma

Monday, April 29, 2013

RATIONAL-EMOTIF THERAPY

Rational-Emotif Therapy dikenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis. Yang lahir pada tanggal 27 September 1913. Rational-Emotif Therapy dibangun berdasarkan ketidak puasan Albert Ellis terhadap teori psikoanalisa serta berdasarkan atas pemahamannya tentang teori Behavioral. Terapi rasional-emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitik beratkan pada pikiran daripada ekspresi emosi seseorang. Pendekatan psikoteri rasional-emotif menganggap bahwa manusia pada hakekatnya adalah korban dari pola pikirnya sendiri yang tidak rasional dan tidak benar. Karena itu Ellis berkomentar bahwa pendekatan humanistic terlalu lunak dan mengakibatkan persoalan pada diri sendiri karena berpikir tidak rasional. Karena itu terapis dengan pendekatan ini berusaha memperbaiki melalui pola berpikirnya dan menghilangkan pola berpikir yang tidak rasional. Terapi dilihatnya sebagai usaha mendidik kembali (reeducation), jadi terapis bertindak sebagai pendidik, dengan antara lain memberikan tugas yang harus dilakukan pasien serta mengajarkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya. Proses ini dilakukan dengan pendekatan langsung (directive) dan atau pendekatan elektik. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan cara berpikir yang tidak logis, yang tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional. Ada 3 langkah dalam terapi rasional-emotif: 1. Terapis menunjukkan bahwa cara berpikir pasien tidak logis, kemudian membantunya memahami bagaimana dan mengapa pasien sampai pada cara berpikir seperti itu, menunjukkan pula hubungan antara pikiran tidak logis dengan perasaan tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang dialaminya. Pasien baru belajar membedakan antara keyakinan yang rasional dengan yang tidak rasional. 2. Menunjukkan pada pasien, bahwa pasien mempertahankan perilakunya yang terganggu karena pasien meneruskan cara berpikirnya yang tidak logis. Cara berpikir ini lah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang dirasakan dan bukan dari kejadian atau pengalaman yang baru. 3. Langkah ini bertujuan mengubah cara berpikir pasien dengan membuang cara berpikir yang tidak logis. Terapis menggunakan teknik langsung dan teknik mendorong untuk membantu klien membuang pikiran yang logis, yang rasional. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif dari terapis. Secara singkat terapi ini menggunakan pendekatan langsung untuk “menyerang” dan menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak rasional dan menggantinya dengan pikiran yang rasional dan logis. Pendekatan dengan terapi rasional-emotif ini menurut Ellis, dapat digunakan untuk menghadapi masalah-masalah klinis seperti: depresi, ansietas, gangguan karakterologis, sikap melawan, masalah seks, percintaan, perkawinan, pengasuhan, masalah perilaku anak dan remaja. Selain untuk masalah-masalah klinis tetapi terapi ini dapat juga digunakan unutk menyelesaikan masalah hukum, olahraga, organisasi, dan dunia bisnis. Ciri-Ciri Rational Emotive Therapy(RET) sebagai berikut: • Dalam menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasanya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di miliki nya. • Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien. • Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional. • Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien. • Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien. Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya. Sumber : Gunarsa, Prof. Dr. Singgih D. 1996. Konseling dan Terapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Monday, April 22, 2013

Analisis Transaksional

Teori analisis transaksional dikemukakan oleh Eric Berne (1964) yang di tuliskannya dalam buku Games People play. Berne adalah seorang ahli ilmuan jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam sebuah hubungan. Analisis transaksional sebenernya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang di pertukarkan). Dalam diri setiap manusia memiliki 3 status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada Sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic); Sikap orang dewasa ( Adult= A. neopsychic); Dan ego anak (Child= C. arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki oleh setiap manusia (baik dewasa,anak-anak,maupun orang tua) Tehnik dan proses Terapi Proses terapi dalam pendekatan analisis transaksional terdiri dari beberapa metode yaitu: a. Analisis Struktural Merupakan perangkat yang bisa menjadikan manusia sadar akan isi dan berfungsinya orang tua Klien dapat belajar mengidentifikasi status ego mereka. b. Analisis Transaksional Suatu deskripsi tentang apa yang di kerjakan dan dikatakan orang tentang dirinya sendiri dan orang lain. Yang terjadi antar manusia melibatkan transaksi status ego, jika pesan disampaikan diharapkan ada respon 3 jenis transaksi, komplementer, lintas dan tersembunyi Transaksi komplementer ini dapat terjadi jika antara stimulus dan respon cocok, tepat dan memang yang diharapkan sehingga transaksi ini akan berjalan lancar. Misalnya pembicaraan antar dua individu yang sama-sama menggunakan status ego orangtua,dewasa, anak-anak. Transaksi silang, ini terjadi jika antara stimulus dan respon tidak cocok atau tidak sebagaimana yang diharapkan dan biasanya komunikasi ini akan terganggu. Transaksi terselubung terjadi jika antara dua status ego beroprasi berasam-sama. Biasanya dapat dirasakan meliputi dewasa diarahkan kedewasa, akan tetapi menyembunyikan suatu pesan yang sebenarnya. Misalnya dewasa ke anak, atau orangtua ke anak. c. Pemodelan Keluarga Untuk menangani orangtua, orang dewasa dan anak-anak dan konstan Klien diminta membayangkan suatu scenario yang mencakup sebanyak mungkin orang yang signifikan pada masa lalu, termasuk dirinya Klien sebagai sutradara, produser dan actor d. Analisis Permaian & Racket Melukiskan sebuah permaianansebagai “urut-urutan transaksi tersembunyi yang komplementer yang terus menerus berjalan maju kea rah terciptanya hasil-hasil yang tertata baik dan bisa diramalkan” e. Analisis Suratan Bagian dari proses terapi yang akan bisa mengidentifikasi pola hidup yang diikuti klien Klien memungkinkan memilih alternatif baru pada saat menjalani kehidupan Tujuan Terapi Membantu pihak klien dalam rangka membuat keputusan baru, yaitu tentang tingkahlakunya sekarang yang diarahkan pada kehidupannya, caranya dengan jalan membantu klien menghadapi masalahnya berkaitan dengan kebebasan memilih dan memberikan pilihan untuk menentukan cara hidupnya Peran dan fungsi terapis Terapis berperan sebagai guru adalah menerangkan tehnik seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisi naskah, dan analisis permainan. Terapis membantu klien dalam rangka menemukan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, mengadaptasi rencana hidup, dan mengembangkan strategi dalam berhubungan dengan orang lain. Terapis membantu klien dalam menentukan alternatif-alternatif. Tugas terapis menolong klien mendapatkan perangkat yang diperlukan untuk mendapat perubahan, menolongklien untuk menemukan kekuatan internal mereka, untuk mendapatkan perubahan dengan jalan mengambilkeputusan yang lebih cocok. Hubungan antara terapis dan klien Terapi ini menuntut adanya keterampilan dan kepekaan yang tinggi terapis untuk menjalin hubungan kerja dengan klien. Terapis untuk aktif dan bersikap mengarahkan serta berfungsinya sebagai konsultan dan yang bisa menyelesaikan masalah. Sumber: Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco De Blot SJ. 1992, Analisis Transaksional (jilid 1) Mengenal diri dengan Analisis Transaksional Berpangkal Pada Budaya Indonesia, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta

Monday, April 15, 2013

Logoterapi

Logoterapi dikemukakan oleh Viktor Emile Frankl. Frankl lahir pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina dari pasangan Gabriel Frankl dan Elsa Frankl. Frankl yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dibesarkan dalam keluarga yang religius dan berpendidikan. Ibunya seorang Yahudi yang taat, dan Ayahnya merupakan pejabat Departemen Sosial yang banyak menaruh perhatian pada kesejahteraan sosial. Frankl menaruh minat yang besar terhadap persoalan spiritual, khususnya berkenaan dengan makna hidup (Koeswara, 1992). Logoterapi adalah bentuk penyembuhan melalui penemuan makna dan pengembangan makna hidup, dikenal dengan therapy through meaning. Dalam psikologi, logoterapi dikelompokkan dalam aliran eksistensial atau Psikologi Humanistik. Logoterapi dapat dikatakan sebagai corak psikologi yang memandang manusia, selain mempunyai dimensi ragawi dan kejiwaan, juga mempunyai dimensi spiritual, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat akan hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia. Frankl memandang spiritual tidak selalu identik dengan agama, tetapi dimensi ini merupakan inti kemanusiaan dan merupakan sumber makna hidup yang paling tinggi (Bastaman, 2007). Inti dari ajaran logoterapi adalah: • Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna. • Kehendak akan hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap manusia. • Dalam batasan-batasan tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. • Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiential values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values TIGA FUNGSI MANUSIA MENURUT LOGOTHERAPY: 1.Kesadaran dan Ketidaksadaran 2.Hati Nurani 3.Makna Hakikat Manusia dalam Logoterapi 1. Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual. 2. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama. 3. Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri. 4. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik dan sekitarnya Konsep Dasar Logoterapi: a. Makna Hidup (Meaning of Life) Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup terkait dengan alasan dan tujuan dari kehidupan itu sendiri. b. Nilai-nilai Kreatif Nilai-nilai kreatif merupakan nilai-nilai yang didapat dengan cara beraktivitas secara langsung terhadap suatu pekerjaan yang bisa membawa diri kita merasa bermakna. Pekerjaan ini tidak hanya terbatas pada pekerjaan yang bersifat formal dan menghasilkan uang, namun juga pekerjaan-pekerjan yang bersifat non-profit. Dalam sebuah pekerjaan, Frankl menekankan bahwa apapun pekerjaan itu dapat memberikan makna terhadap individu yang melakukannya. c. Nilai-nilai Penghayatan Nilai-nilai penghayatan merupakan suatu kegiatan menemukan makna dengan cara meyakini dan menghayati sesuatu. Sesuatu ini dapat berupa kebenaran, kebajikan, keyakinan agama, dan keimanan. Frankl percaya bahwa seseorang dapat menemukan makna dengan menemui kebenaran, baik melalui keyakinan agama atau yang bersumber dari filsafat hidup yang sekuler sekalipun. d. Nilai-nilai Bersikap Nilai ini merupakan sikap yang diambil terhadap sebuah penderitaan yang tidak dapat dielakkan atau tak terhindarkan (inavoid moment). Hal ini bisa dalam bentuk kematian seseorang yang dicintai, penyakit yang tak dapat disembuhkan atau kecelakaan yang tragis. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin hal ini sama halnya dengan takdir yang dikenal dalam masyrakat kita. Sikap-sikap yang dikembangkan dalam hal ini antara lain menerima dengan ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak dapat dielakkan. e. Dimensi Manusia dalam Logoterapi Dalam aliran-aliran psikologi seperti psikoanalisa dan behavior, spiritualitas sangat diabaikan. Psikoanalisa hanya menekankan pada aspek-aspek psikologis yang merupakan wujud dari tuntutan kebutuhan jasmani. Sedangkan behavior menekankan aspek fisik atau perilaku yang tampak. f. Sindroma Ketidakbermaknaan Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992), seseorang yang tidak menemukan makna hidup akan mengalami sindroma ketidakbermaknaan (syndrom of meaninglessness). Sindroma ini terdiri dari dua tahapan yaitu kevakuman eksistensi (existential vacum) dan neurosis noogenik. Macam macam Terapi Logoterapi: 1. Intensi Paradoksikal Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Landasan dari intensi paradoksikal adalah kemampuan manusia untuk mengambil jarak atau bebas bersikap terhadap dirinya sendiri (Boeree, 2007). Contohnya, individu yang menghindari eritrofobia selalu cemas kalau-kalau dirinya gemetaran dan mandi keringat ketika berada di dalam ruangan yang penuh dengan orang. Kemudian, karena telah ada antisipasi sebelumnya, individu benar-benar gemetaran dan mandi keringat ketika dia memasuki ruangan yang penuh dengan orang. Individu pengidap eritrofobia ini berada dalam lingkaran setan. Gejala gemetaran dan mandi keringat menghasilkan kecemasan, kemudian kecemasan antisipatori ini menimbulkan gejala-gejala gemetaran dan mandi keringat. Jadi gejala antisipatori mengurung individu di dalam kecemasan terhadap kecemasan. 2. Derefleksi Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 2007). Pasien dengan teknik ini diderefleksikan dari gangguan yang dialaminya kepada tugas tertentu dalam hidupnya atau dengan perkataan lain dikonfrontasikan dengan makna. Apabila fokus dorongan beralih dari konflik kepada tujuan-tujuan yang terpusat pada diri sendiri, maka hidup seseorang secara keseluruhan menjadi lebih sehat, meskipun boleh jadi neurosisnya tidak hilang sama sekali. 3. Bimbingan Rohani Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya (Koeswara, 1992). Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut. Tahap utama Proses konseling logoterapi • Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. • Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. • Pada tahap pembahasan bersama, konselor dankonseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. • Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba member interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikapdan perilaku konseling. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/195901101984032-EUIS_FARIDA/put_logoterapi_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf

Monday, April 8, 2013

Clien Centered Therapy

Clien-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih di kenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk, 1993) Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang di hadapi, maka diri terapis di perlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas. Tujuan terapi adalah menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari sebelumnya terganggu. Di samping itu terapi bertujuan membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaan yang lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi, dan meningkatkan spontanitas hidup. Klien dikatakan sudah sembuh apabila: (1) kepribadiannya terintegrasi, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya atas tanggung jawab diri, memiliki gambaran diri yang serasi dengan pengalaman sendiri, (2) mempunyai tilikan diri, dalam arti memandang fakta yang lama dengan pandangan baru, (3) mengenal dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan, (4) dapat memilih dan menentukan tujuan hidup atas tanggung jawab sendiri. 1. Kritik dan kontribusi Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain: a. Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional. b. Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori. c. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu. d. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan terapi kadang-kadang dibuat tergantung lokasi terapis dan klien. e. Meskipun terbukti bahwa terapi client-centered diakui efektif tetapi bukti-bukti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya. f. Sulit bagi terapis untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal. Kontribusi yang diberikan antara lain, dalam hal: a. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis dalam proses terapi. b. Identifikasi dan penekanan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian. c. Lebih menekankan pada sikap terapis daripada teknik. d. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif. e. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam proses terapi. Sumber: Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Riyanti,B.P. Dwi dan Hendro Prabowo.1998.Psikologi Umum 2. Jakarta:Universitas Gunadarma

Sunday, March 31, 2013

Terapi Humanistik-Eksistensial

Dasar dari terapi Humanistik adalah penekanan keunik kan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan perwujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Terapi-terapi humanistik-eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. terapi ini juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang dan bukan pada masa lampau. Namun terapi-terapi humanistik-eksistensial juga memperhatikan masa lampau sebagai peristiwa dan pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan individu saat ini. Salah satu pendekatan yang di kenal dalam terapi Humanistik ini adalah terapi yang berpusat kepada klien atau Clien-Centered Therapy. Clien-Centered Therapy Clien-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih di kenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk, 1993) Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang di hadapi, maka diri terapis di perlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas. Tujuan dari Clien-Centered Therapy adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri. Langkah-langkah dalam proses terapi: 1. Individu datang meminta bantuan, 2. Situasi bantuan biasanya dijelaskan (ditetapkan), 3. Terapis mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan-perasaan nya dengan bebas berkenaan dengan masalah yang dihadapinya, 4. Terapis menerima,mengakui, dan menjelaskan perasaan-perasaan negatif pasien, 5. Apabila perasaan-perasaan negatif pasien telah diungkapkan sepenuhnya maka perasaan-perasaan itu disusul oleh ungkapan samar- samar dan ragu-ragu dari perasaan-perasaan positif yang mendatangkan pertumbuhan, 6. Terapis menerima dan mengakui perasaan-perasaan positif yang diungkapkan itu seperti halnya dia menerima dan mengakui perasaan negatif, 7. Pemahaman tentang diri dan penerimaan diri merupakan aspek berikutnya yang penting dari seluruh proses, 8. Bercampur baur dengan proses pemahaman ini-- langkah-langkah yang dikemukakan sama sekali tidak esklusif antara yang satu dengan yang lain dan juga langkah-langkah tersebut tidak berlangsung secara kaku -- merupakan suatu proses penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan rangkaian tindakkan yang mungkin diambil, 9. Terjadilah suatu perkembangan lebih lanjut -- pemahaman diri yang lebih lengkap dan akurat karena individu mulai berani menyelidiki tindakan-tindakannya sendiri secara lebih memdalam, 10. Tindakan positif yang integratif dari klien semakin meningkat. Ketakutan dalam dirinya semakin berkurang khususnya untuk mengadakan pilihan dan menjadikannya lebih yakin akan tindakan yang terarah kepada dirinya sendiri (self-directed action), 11. Perasaan untuk membutuhkan bantuan berkurang dan pengakuan dari pihak klien bahwa hubungan itu harus berakhir. Sumber : Semiun, Yustinus. Kesehatan Mental Edisi 3 Riyanti,B.P. Dwi dan Hendro Prabowo.1998.Psikologi Umum 2. Jakarta:Universitas Gunadarma